serba-serbi-tentang-pemutusan-hubungan-kerja-phk-dan-peraturannya_Hybrid Work

Serba-Serbi tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Peraturannya!

Istilah PHK atau Pemutusan Hubungan kerja merupakan kata yang lazim di dengar dalam dunia kerja. Dilansir dari laman cnbcindonesia.com, sejumlah startup sedang dilanda gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan. Seperti yang dilakukan oleh dua startup ternama di Indonesia yakni Zenius dan LinkAja. Terbaru, perusahaan e-commerce JD.ID dikabarkan juga melakukan tindakan yang sama. 

Tak hanya di dalam negeri, badai PHK juga menghantam banyak perusahaan teknologi di Silicon Valley. Bukan cuma startup yang baru dirintis, tetapi juga perusahaan yang sudah berhasil mencapai status unicorn.

Aplikasi investasi Robinhood, misalnya, memangkas sekitar 300 karyawan pada akhir April. CEO Robinhood Vlad Tenev menulis dalam sebuah blog bahwa jumlah karyawan perusahaan tumbuh dari 700 menjadi hampir 3.800 dari 2019 hingga 2021.

Namun sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai PHK, kita cari tahu lebih dulu pengertian PHK dan undang-undang yang mengatur tentang Pemutusan Hubungan Kerja!

Apa itu PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)?

Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK adalah pengakhiran hubungan kerja oleh perusahaan kepada pekerjanya karena terjadinya sebab tertentu. Tindakan ini dapat mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban kerja antara pengusaha dengan karyawannya.

Biasanya, penyebab terjadinya PHK adalah karena efisiensi, penutupan bisnis, kepailitan, pekerja mangkir atau melakukan pelanggaran, karyawan yang bersangkutan meninggal dunia atau pensiun.

Umumnya, alasan perusahaan melakukan PHK disebabkan oleh efisiensi, penutupan bisnis, kepailitan, merger, karyawan melakukan pelanggaran berat, dan lain sebagainya. Alasan melakukan PHK sendiri ada yang berdasarkan atas permasalahan perusahaan, seperti perusahaan mengalami kesulitan finansial, maupun permasalahan yang berasal dari karyawan yang bersangkutan.

Misalnya, karyawan tersebut melakukan pelanggaran yang menyebabkan kerugian yang cukup signifikan pada perusahaan, atau melakukan tindak pidana berupa penyerangan, dan lain sebagainya. 

PHK dilakukan atas dasar pertimbangan yang matang yang biasanya telah dirundingkan dengan para pemimpin di perusahaan dalam jangka waktu yang tidak singkat. Sebab, ketika perusahaan melakukan PHK terhadap karyawannya, maka perusahaan akan kehilangan salah satu SDM-nya yang merupakan aset penggerak roda perusahaan untuk mencapai tujuannya. 

Dengan berkurangnya tenaga kerja, perusahaan tentu harus mencari pengganti yang sesuai atau lebih baik dari sebelumnya.

Dasar Hukum PHK

Pemutusan hubungan kerja harus dilakukan dengan suatu alasan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Adapun dasar hukum PHK adalah sebagai berikut.

  • Bab XII Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  • Pasal 154A ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  • Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 yang mengatur mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), waktu kerja dan istirahat, alih daya, serta PHK.

Peraturan tentang PHK

Peraturan mengenai PHK tercantum dalam Pasal 151 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Dalam Undang-Undang tersebut dikatakan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kemudian, Pasal 151 ayat (2) menjelaskan bahwa jika pemutusan hubungan kerja tidak bisa dihindari, wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

Selanjutnya, Peraturan Pemerintah (PP) 35/2021 pada Bab V khusus mengatur pemutusan hubungan kerja, dengan rincian sebagai berikut.

  1. Pasal 36 mengenai berbagai alasan yang mendasari terjadinya PHK. Alasan PHK mendasari ditentukannya penghitungan hak akibat PHK yang bisa didapatkan oleh pekerja.
  2. Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 mengenai Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja sejak tahap pemberitahuan PHK disampaikan hingga proses PHK di dalam perusahaan dijalankan. Lebih lanjut bila PHK tidak mencapai kesepakatan tahap berikutnya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Pasal 40 sampai dengan Pasal 59 mengenai Hak Akibat Pemutusan Hubungan Kerja yakni berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang pisah. Penghitungannya berdasarkan alasan/dasar dijatuhkannya PHK.

PHK dapat terjadi karena sebab akibat, alasan terjadinya PHK sendiri juga dapat berasal dari permasalahan internal perusahaan atau dari karyawan itu sendiri. Namun, penyebab utama dilakukannya PHK terhadap seorang karyawan umumnya karena pelanggaran berat yang dilakukan oleh karyawan yang bersangkutan.

Baca juga: Begini Aturan dan Cara Perhitungan Uang Pesangon PHK

Berikut ini adalah beberapa alasan yang menjadi dasar dilakukannya pemecatan atau PHK terhadap karyawan.

  1. Pekerja melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan.
  2. Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan.
  3. Pekerja mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja.
  4. Pekerja melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.
  5. Pekerja menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja.
  6. Pekerja membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
  7. Pekerja dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja.
  8. Pekerja membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
  9. Pekerja melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara selama 5 (lima) tahun atau lebih.

Selain beberapa alasan yang menjadi dasar atas PHK karyawan, ada pula alasan yang tidak boleh dijadikan dasar dalam melakukan PHK terhadap karyawan oleh perusahaan. 

Alasan yang dilarang untuk digunakan dalam PHK menurut peraturan dalam Undang-Undang antara lain sebagai berikut.

Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.

  1. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
  3. Pekerja menikah.
  4. Pekerja merupakan perempuan yang sedang hamil.
  5. Pekerja melahirkan dan sedang dalam masa menyusui bayinya.
  6. Pekerja gugur kandungan.
  7. Pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama.
  8. Pekerja mendirikan dan menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
  9. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.
  10. Pekerja memiliki perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
  11. Pekerja dalam keadaan cacat permanen/sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit keras yang diakibatkan oleh pekerjaan yang menurut surat keterangan dokter jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Apa Saja Kompensasi Yang Berhak Diterima Oleh Pekerja Apabila Perusahaan Melakukan PHK?

Apabila terjadi PHK, pengusaha wajib membayar kompensasi yang besarannya sesuai dengan alasan PHK yang dijatuhkan. Adapun kompensasi tersebut berupa: uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang pisah, dengan ketentuan sebagai berikut:

Uang pesangon, diberikan dengan ketentuan:

  1. masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;
  2. masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;
  3. masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;
  4. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;
  5. masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;
  6. masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;
  7. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah;
  8. masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah;
  9. masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

Uang penghargaan masa kerja, diberikan dengan ketentuan:

  1. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;
  2. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;
  3. masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;
  4. masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah;
  5. masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah;
  6. masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah;
  7. masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah;
  8. masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.

Uang penggantian hak, berupa:

  1. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
  2. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat pekerja diterima bekerja;
  3. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Uang pisah yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Mengawasi kinerja dan produktivitas di perusahaan bukanlah hal yang mudah, khususnya dalam pengawasan HRD. Karena, mengawasi dan mengukur kinerja karyawan dengan jumlah yang banyak akan sangat memakan waktu yang lama. 

Nurfirmanilah Yustitiya

Categories:

Uncategorized

Share on:

To the top

Related Posts

Recent Posts